Piramida Giza yang Menjadi Salah Satu dari 7 Keajaiban Dunia
Piramida Agung Giza adalah salah satu dari tujuh keajaiban
dunia kuno, yang hingga saat ini belum ada tandingannya. Bangunan
terbesar yang berbentuk segi tiga itu, mempunyai ketinggian 146m. Diyakini
dibangun pada masa kekuasaan Firáun Khufu yaitu pada tahun 2560 SM. Kontraversi
sekitar proses pembangunan Piramida Agung Giza terus berkelanjutan hingga akhir
abad ke-19. Dimana, sebagian besar arkeolog dunia tetap berpendapat, bahwa
Piramida Agung Giza dibangun dengan konstruksi blok batu granite berjumlah
2.300.000 biji batu yang di ambil dari wilayah Aswan. Setiap blok batu
mempunyai bobot 2.5 ton. Proses pembangunannya memakan waktu selama 30 tahun,
dengan melibatkan 100.000 orang pekerja.
Gambaran
ramp yang diilustrasikan oleh Prof. Davidovits dalam penelitiannya.
Bahkan
ada yang berspekulasi, bahwa bangunan piramida dibangun oleh UFO dengan
mengaitkannya kepada potret piramida di Mars. Ada juga yang
mengidentikkan piramida, berhubungan langsung dengan rasi gugus bintang Orion.
Jika ditinjau dari letak katiga piramida Giza, maka Piramida Maya pun diyakini
memiliki letak dan posisi yang sama, berdasarkan gugus rasi bintang Orion.
Ilustrasi pembuatan piramida oleh UFO
Namun,
semua spekulasi sekitar proses dan teknis pembangunan Piramida Agung Giza, pada
tahun 1981 seakan terpecahkan. Seorang peneliti berkebangsaan Perancis,
Profesor Joseph Davidovits, Direktur Institut Geopolimer Prancis. Secara
mengejutkan mengajukan sebuah teori bahwa Piramida Agung Giza dibangun dari
unsur tanah liat yang kemudian dibakar menjadi sekeras batu alam. Profesor
Davidovits mengatakan, bahwa tanah liat dan bahan lainnya diambil dari
sepanjang Suangai Nil, lalu bahan-bahan ini disatukan dalam sebuah cetakan kayu
khusus, dan dapat digunakan berulang kali. Campuran semua unsur tanah liat ini
selanjutnya dipanaskan pada suhu tinggi, sehingga menyebabkan komponen-komponen
kimiawi dari bahan-bahan tersebut saling berinteraksi dan membentuk sejenis
batu, persis seperti batu gunung berapi, yang terbentuk jutaan tahun lalu.
Dengan teknis semacam ini, menjadikan semua blok batu memiliki ukuran dan
potongan yang sama. Percobaan
yang dilakukan oleh Profesor Davidovits menggunakan Nanoteknologi (cabang
teknik yang berhubungan dengan hal-hal kecil dari 100 nanometer) membuktikan
adanya sejumlah besar unsur air dalam bebatuan. Jumlah tersebut seharusnya
tidak ada, seperti pada batu alam kebanyakan.
Prof. Joseph Davidovits.
Tes
mikroskop elektronik yang digunakan untuk menganalisis sampel dari batu
piramida. Hasilnya, sesuai dengan pendapat Prof. Davidovits, dan kristal kuarsa
jelas muncul sebagai hasil dari pemanasan lumpur. Analisis dengan skala Mini E
menunjukkan adanya silikon dioksida juga. Sehingga hal ini membuktikan bahwa
batu-batu tersebut tidak alami. Selain
itu, dalam bukunya “Ils ont bati les pyramides” (cara membangun piramida) yang
diterbitkan tahun 2002, Profesor Davidovits telah menjelaskan semua teka-teki
yang selama ini menjadi perdebatan para arkeolog, sekitar cara Piramida Agung
Giza dibangun. Selain itu, ia juga mereka ulang mekanisme konstruksi sederhana
geometris dari lumpur. Beberapa penelitian menegaskan bahwa tungku atau sejenis
kompor telah digunakan pada zaman dahulu untuk membuat keramik dan
patung-patung. Secara umum, setelah tanah liat dicampur dengan logam dan bahan
alami lainnya, lalu dibakar dengan nyala api, sampai patung itu mengeras
menyerupai bentuk batuan nyata.
Pendapat
Davidovits juga dipertegas oleh Mario Collepardi, seorang Profesor dari Italia
yang mengkhususkan diri pada penelitian arsitektur piramida. Ia meyakini bahwa
Firaun menggunakan tepung kapur yang tersedia dalam jumlah melimpah di daerah
mereka, dicampur dengan tanah biasa. Kemudian mereka menambahkan air dari
sungai Nil dan menyalakan api hingga suhu 900 derajat Celcius. Proses pemanasan
ini memberi kekuatan pada batu dan menjadikannya mirip dengan batuan alami.
Ilustrasi Pembuatan Piramida Giza
Adapun
proses penyusunan blok-blok tanah liat tersebut sebelum dipanaskan, guna
membentuk bangunan piramida. Yaitu dengan membangun lereng (ramp) dari bahan
kayu mengelilingi konstruksi piramida, sehingga memudahkan para pekerja
melakukan proses pengangkutan bahan baku tanah liat/lumpur ke berbagai ruas
bangunan piramida. Sehingga dengan cara ini, tidak diperlukan lagi puluhan ribu
pekerja untuk membangun sebuah piramida. Selanjutnya
pada bulan Desember 2006, sejumlah arkeolog besar dunia seperti, Michel
Barsoum, Adrish Ganguly, dan Gilles Hug telah mempublikasikan pendapat mereka
di the Journal of the American Ceramic Society, yaitu medukung
hasil temuan Profesor Davidovits berkaitan proses pembangunan Piramida Agung
Giza. Walaupun ada beberapa arkeolog Mesir lainnya yang belum dapat menerima
teori tersebut.
Teknis
pembangunan piramida, juga menjadi rahasia Firáun Mesir. Dari jutaan tastamen
yang ada, tidak satupun yang menjelaskan sekitar teknis pembangunan Piramida
Agung Giza secara detail.
Sehingga
dengan temuan teranyar ini, akan membuka mata kita, bahwa teknologi yang
digunakan sebenarnya sangat simpel. Akibat kurangnya informasi sekitar detail
teknisnya, mendorong setiap arkeolog berspekulasi menurut cara berpikir
masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar